Masakan Terakhir Untuk Ibu
Di suatu pemakaman, seorang gadis sedang duduk termenung.
Air mata mengalir membasahi pipinya. Sebuah keranjang bunga 7 rupa tergeletak
disampingnya. Batu nisan yang kini dipegangnya berukirkan sebuah nama
seseorang. Seseorang yang sangat ia cintai.
Dua tahun lalu di sebuah dapur kecil, terlihat kesibukan
seorang gadis mengolah bahan makanan. Beberapa pasang mata tampak serius
melihat aksinya di panggung, tak terkecuali seorang wanita parubaya yang sedari
tadi duduk di bangku penonton. Sorot matanya tajam melihat aksi seorang gadis
itu. Sisa waktu yang telah disampaikan oleh pembawa acara, membuat gadis itu
tampak resah. Namun ia tetap memasak dengan hati – hati agar mencapai hasil
yang maksimal.
Sekali lagi, pembawa acara menyampaikan bahwa waktu yang
tersisa tinggal 5 menit. Masakan sudah hampir siap, tinggal menatanya dalam
piring agar menjadi sebuah hidangan yang sempurna. Tak lama kemudian, jam
digital di dinding menunjukan waktu 10 detik. Sang pembawa acara segera
manghitung waktunya secara mundur. Setelah hitungnya usai, gadis itu segera
mengangkat tanganya dan tersenyum puas. Sebuah senyuman juga terukir di bibir
wanita parubaya yang sedari tadi melihat aksinya. 3 juri yang duduk di depan
panggung, terlihat penasaran ingin segera mencicipi masakan yang dibuat gadis
itu. Gadis itu segera menyajikanya pada dewan juri. Satu persatu, dewan juri
mulai mencoba masakan yang dihidangkan di meja dan segera melaksanakan tanggung
jawabnya, yaitu menilai hasil peserta. Setelah itu, si pembawa acara menyuruh
gadis itu ke belakang panggung lalu memanggil peserta selanjutnya.
Gadis itu segera berjalan ke sebuah ruangan. Namun ditengah perjalanan, terdengar suara langkah kaki yang berjalan menuju ke
arahnya. Masih terdengar ditelinga gadis itu apa yang diucapkan oleh pembawa
acara. Ia mendengar bahwa nama Gandi, peserta selanjutnya untuk segera menuju
ke panggung. Saat nama itu diucapkan, suara langkah kaki semakin terdengar, dan
Nampak batang hidung seorang laki – laki berbadan tegap dan berwajah lumayan
tampan. Mereka saling bertatapan sambil berlalu menuju tujuanya masing –
masing.
Di suatu ruangan, Nampak bayangan setengah badan seorang
gadis berparas cantik, dengan kulit kuning langsat dan rambut yang dikuncir
keatas. Ia menatap bayanganya sendiri di cermin lalu segera melepas celemek
peserta yang bertuliskan nama Fira Auliarisa dan menanggalkanya pada sebuah
kayu di samping cermin. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah sepatu
menuju ke ruanganya. Fira segera melirik ke bayangan pintu yang tergambar jelas
di cerminya. Selang beberapa detik, Nampak bayangan seorang wanita parubaya
yang sangat ia kenal. Ia segera memeluk wanita parubaya itu dan berkata “ Terima kasih bu, kau telah membinaku selama ini “. Ibunya hanya mengangguk dan
berkata bahwa Fira harus belajar lagi. Memang Ibu Fira sedikit agak keras,
namun itu semua demi mewujudkan cita – cita anak tunggalnya agar kelak menjadi Chef ternama.
Seluruh peserta telah menunjukkan bakatnya kepada dewan
juri. Waktu yang ditunggu – tunggu telah tiba. Pembawa acara akan mengumumkan
siapa yang akan menjadi pemenangnya. Si pembawa acara mengumumkan dari juara 3
hingga yang pertama. Setelah juara 3 diumumkan, si pembawa acara segera
mengumumkan juara ke 2. Gandi, laki – laki yang berpapasan dengan Fira, segera
berdiri dan menuju ke panggung setelah mendengar namanya di panggil oleh
pembawa acara sebagai juara 2. Saat itu juga, Fira hanya bisa berdoa agar
dirinya menjadi sang juara, karena kata – kata yang ingin didengarnya tidak
juga diucapkan. Tiba giliran sang pembawa acara mengumumkan siapa yang berhak
menjadi juara terbaik.
Fira segera tersenyum dan memeluk ibunya setelah mendengar
kata – kata yang ingin didengarnya terwujud, yaitu namanya dipanggil menjadi
juara 1. Fira segara berjalan menuju ke panggung dan mendengar sedikit komentar
dari para dewan juri mengenai masakan yang telah dibuatnya. Komentar yang
bermakna positif itu, ia masukan dalam hati dan pikiran. Ia merasa bangga
karena ibunya sendiri yang mengajarkanya sejak duduk di bangku sekolah menengah
pertama. Apalagi ini kali pertamanya dia mengikuti kontes dan menang sebagai
juara terbaik. Komentar – komentar itu, ia jadikan motivasi supaya lebih maju
dan giat belajar. Sebuah piala, piagam penghargaan dan uang tunai, serta
beberapa bingkisan bermerek dari sponsor ajang bergengsi itu, kini dimiliki
Fira. Hatinya begitu senang dan gembira. Ia berencana menabungkan uangnya untuk
melanjutkan kuliah nanti.
2 tahun kemudian, Fira lulus SMA. Di sela – sela waktu
sambil menunggu kuliahnya dimulai, Fira terus menekuni hobinya, yaitu memasak.
Ia juga sering mengikuti ajang dan kompetisi memasak. Tak jarang, ia keluar
sebagai juara terbaik dan sering dipanggil ke acara besar sebagai juru masak.
Di suatu hari, ibunya ingin Fira membuatkan makanan yang
istimewa untuknya. Fira segera melaksanakan apa yang diinginkan oleh ibunya. Ia
memasak nasi goreng, tetapi nasi gorengnya berbeda dan istimewa karena ia
mengkreasikan khusus untuk ibunya tercinta. Setelah selesai, Ia menyajikan
masakanya dengan penuh cinta. Masakan Fira memang enak, ibunya mengakui itu.
Sesendok demi sesendok, Fira menyuapinya dengan setulus hati. Namun tiba –
tiba, Ibu Fira tergeletak pingsan setelah anak gadisnya mengambil segelas air
minum di dapur. Tak pikir panjang, Fira segera membawa ibunya ke rumah sakit.
Kepanikan dan kecemasan menyelimuti gadis berumur 18 tahun itu. Hatinya juga
bertanya “ ada apa gerangan ?”.
Di suatu ruangan, seorang gadis sedang terduduk lesu.
Jantungnya berdebar – debar dan terus menunggu informasi dari dokter yang
merawat ibunya. Fira segera bangkit dari tempat duduknya ketika sang dokter
membuka pintu ruangan UGD. Dokter menyatakan bahwa ibu Fira mempunyai penyakit
kanker otak yang sudah parah. Dokter juga mengatakan bahwa ibu Fira ingin
segera bertemu anak gadisnya. Mendengar hal itu, ia terkejut karena selama ini
dia tidak tahu bahwa ibunya mempunyai penyakit kanker. Ia langsung memasuki
ruangan dan bertemu ibunya, seketika itu juga air mata Fira menetes ketika
ibunya berkata bahwa usianya tak akan lama lagi, dan Fira harus mandiri. Ia
memeluk erat - erat dan berkata “ Ibu akan sembuh dan akan terus menemaniku
sampai Fira sukses nanti “. Tiba – tiba, detak jantung ibunya berhenti dan ia
pun segera mamanggil dokter.
Setelah menunggu beberapa menit, 2 perawat mendorong
keranjang tempat tidur yang ditutup rapat oleh sebuah selimut panjang yang
keluar dari ruangan ibunya. Dokter juga mengikuti langkah 2 perawat itu. Fira
segera bangkit dan menanyakan bagaimana keadaan ibunya. Namun sayang, jawaban
sang dokter membuat gadis itu ternganga dan rasa ketidak percayaan
menyelimutinya. Ia langsung mendekati keranjang tempat tidur. Ia memeluk erat
dan menangis tersedu – sedu ketika membuka selimut itu. Dalam hatinya, ia
menyesal mengapa ia tak mengetahui penyakit yang di derita ibunya selama ini.
Fira hanya duduk termenung ketika jasad ibunya dimakamkan.
Masakan yang ia buat terakhir kali untuk ibunya, akan ia ingat selalu seperti
kenangan – kenangan bersamanya. Ia lalu menaburkan kembang 7 rupa dan air
matanya mengalir sambil memegang batu nisan. Dalam hatinya, ia berterima kasih.
Ia akan selalu mengingat dan menjalankan pesan – pesan ibu, dan ayahnya yang
sudah lama meninggal. Ia pun berdoa agar kedua orang tuanya ditempatkan
diantara orang – orang yang beriman.
Semoga bermanfaat dan dapat menginspirasi kalian semua, terima kasih. Tunggu tulisan saya selanjutnya dan jangan lupa intip - intip profil si penulis J See you...
About me :