Tuesday 29 May 2018

Masakan Terakhir Untuk Ibu_Cerpen




Masakan Terakhir Untuk Ibu




Di suatu pemakaman, seorang gadis sedang duduk termenung. Air mata mengalir membasahi pipinya. Sebuah keranjang bunga 7 rupa tergeletak disampingnya. Batu nisan yang kini dipegangnya berukirkan sebuah nama seseorang. Seseorang yang sangat ia cintai.

Dua tahun lalu di sebuah dapur kecil, terlihat kesibukan seorang gadis mengolah bahan makanan. Beberapa pasang mata tampak serius melihat aksinya di panggung, tak terkecuali seorang wanita parubaya yang sedari tadi duduk di bangku penonton. Sorot matanya tajam melihat aksi seorang gadis itu. Sisa waktu yang telah disampaikan oleh pembawa acara, membuat gadis itu tampak resah. Namun ia tetap memasak dengan hati – hati agar mencapai hasil yang maksimal.

Sekali lagi, pembawa acara menyampaikan bahwa waktu yang tersisa tinggal 5 menit. Masakan sudah hampir siap, tinggal menatanya dalam piring agar menjadi sebuah hidangan yang sempurna. Tak lama kemudian, jam digital di dinding menunjukan waktu 10 detik. Sang pembawa acara segera manghitung waktunya secara mundur. Setelah hitungnya usai, gadis itu segera mengangkat tanganya dan tersenyum puas. Sebuah senyuman juga terukir di bibir wanita parubaya yang sedari tadi melihat aksinya. 3 juri yang duduk di depan panggung, terlihat penasaran ingin segera mencicipi masakan yang dibuat gadis itu. Gadis itu segera menyajikanya pada dewan juri. Satu persatu, dewan juri mulai mencoba masakan yang dihidangkan di meja dan segera melaksanakan tanggung jawabnya, yaitu menilai hasil peserta. Setelah itu, si pembawa acara menyuruh gadis itu ke belakang panggung lalu memanggil peserta selanjutnya.

Gadis itu segera berjalan ke sebuah ruangan. Namun ditengah perjalanan, terdengar suara langkah kaki yang berjalan menuju ke arahnya. Masih terdengar ditelinga gadis itu apa yang diucapkan oleh pembawa acara. Ia mendengar bahwa nama Gandi, peserta selanjutnya untuk segera menuju ke panggung. Saat nama itu diucapkan, suara langkah kaki semakin terdengar, dan Nampak batang hidung seorang laki – laki berbadan tegap dan berwajah lumayan tampan. Mereka saling bertatapan sambil berlalu menuju tujuanya masing – masing.

Di suatu ruangan, Nampak bayangan setengah badan seorang gadis berparas cantik, dengan kulit kuning langsat dan rambut yang dikuncir keatas. Ia menatap bayanganya sendiri di cermin lalu segera melepas celemek peserta yang bertuliskan nama Fira Auliarisa dan menanggalkanya pada sebuah kayu di samping cermin. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah sepatu menuju ke ruanganya. Fira segera melirik ke bayangan pintu yang tergambar jelas di cerminya. Selang beberapa detik, Nampak bayangan seorang wanita parubaya yang sangat ia kenal. Ia segera memeluk wanita parubaya itu dan berkata “ Terima kasih bu, kau telah membinaku selama ini “. Ibunya hanya mengangguk dan berkata bahwa Fira harus belajar lagi. Memang Ibu Fira sedikit agak keras, namun itu semua demi mewujudkan cita – cita anak tunggalnya agar kelak menjadi Chef ternama.

Seluruh peserta telah menunjukkan bakatnya kepada dewan juri. Waktu yang ditunggu – tunggu telah tiba. Pembawa acara akan mengumumkan siapa yang akan menjadi pemenangnya. Si pembawa acara mengumumkan dari juara 3 hingga yang pertama. Setelah juara 3 diumumkan, si pembawa acara segera mengumumkan juara ke 2. Gandi, laki – laki yang berpapasan dengan Fira, segera berdiri dan menuju ke panggung setelah mendengar namanya di panggil oleh pembawa acara sebagai juara 2. Saat itu juga, Fira hanya bisa berdoa agar dirinya menjadi sang juara, karena kata – kata yang ingin didengarnya tidak juga diucapkan. Tiba giliran sang pembawa acara mengumumkan siapa yang berhak menjadi juara terbaik.

Fira segera tersenyum dan memeluk ibunya setelah mendengar kata – kata yang ingin didengarnya terwujud, yaitu namanya dipanggil menjadi juara 1. Fira segara berjalan menuju ke panggung dan mendengar sedikit komentar dari para dewan juri mengenai masakan yang telah dibuatnya. Komentar yang bermakna positif itu, ia masukan dalam hati dan pikiran. Ia merasa bangga karena ibunya sendiri yang mengajarkanya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Apalagi ini kali pertamanya dia mengikuti kontes dan menang sebagai juara terbaik. Komentar – komentar itu, ia jadikan motivasi supaya lebih maju dan giat belajar. Sebuah piala, piagam penghargaan dan uang tunai, serta beberapa bingkisan bermerek dari sponsor ajang bergengsi itu, kini dimiliki Fira. Hatinya begitu senang dan gembira. Ia berencana menabungkan uangnya untuk melanjutkan kuliah nanti.

2 tahun kemudian, Fira lulus SMA. Di sela – sela waktu sambil menunggu kuliahnya dimulai, Fira terus menekuni hobinya, yaitu memasak. Ia juga sering mengikuti ajang dan kompetisi memasak. Tak jarang, ia keluar sebagai juara terbaik dan sering dipanggil ke acara besar sebagai juru masak.

Di suatu hari, ibunya ingin Fira membuatkan makanan yang istimewa untuknya. Fira segera melaksanakan apa yang diinginkan oleh ibunya. Ia memasak nasi goreng, tetapi nasi gorengnya berbeda dan istimewa karena ia mengkreasikan khusus untuk ibunya tercinta. Setelah selesai, Ia menyajikan masakanya dengan penuh cinta. Masakan Fira memang enak, ibunya mengakui itu. Sesendok demi sesendok, Fira menyuapinya dengan setulus hati. Namun tiba – tiba, Ibu Fira tergeletak pingsan setelah anak gadisnya mengambil segelas air minum di dapur. Tak pikir panjang, Fira segera membawa ibunya ke rumah sakit. Kepanikan dan kecemasan menyelimuti gadis berumur 18 tahun itu. Hatinya juga bertanya “ ada apa gerangan ?”.

Di suatu ruangan, seorang gadis sedang terduduk lesu. Jantungnya berdebar – debar dan terus menunggu informasi dari dokter yang merawat ibunya. Fira segera bangkit dari tempat duduknya ketika sang dokter membuka pintu ruangan UGD. Dokter menyatakan bahwa ibu Fira mempunyai penyakit kanker otak yang sudah parah. Dokter juga mengatakan bahwa ibu Fira ingin segera bertemu anak gadisnya. Mendengar hal itu, ia terkejut karena selama ini dia tidak tahu bahwa ibunya mempunyai penyakit kanker. Ia langsung memasuki ruangan dan bertemu ibunya, seketika itu juga air mata Fira menetes ketika ibunya berkata bahwa usianya tak akan lama lagi, dan Fira harus mandiri. Ia memeluk erat - erat dan berkata “ Ibu akan sembuh dan akan terus menemaniku sampai Fira sukses nanti “. Tiba – tiba, detak jantung ibunya berhenti dan ia pun segera mamanggil dokter.

Setelah menunggu beberapa menit, 2 perawat mendorong keranjang tempat tidur yang ditutup rapat oleh sebuah selimut panjang yang keluar dari ruangan ibunya. Dokter juga mengikuti langkah 2 perawat itu. Fira segera bangkit dan menanyakan bagaimana keadaan ibunya. Namun sayang, jawaban sang dokter membuat gadis itu ternganga dan rasa ketidak percayaan menyelimutinya. Ia langsung mendekati keranjang tempat tidur. Ia memeluk erat dan menangis tersedu – sedu ketika membuka selimut itu. Dalam hatinya, ia menyesal mengapa ia tak mengetahui penyakit yang di derita ibunya selama ini.

Fira hanya duduk termenung ketika jasad ibunya dimakamkan. Masakan yang ia buat terakhir kali untuk ibunya, akan ia ingat selalu seperti kenangan – kenangan bersamanya. Ia lalu menaburkan kembang 7 rupa dan air matanya mengalir sambil memegang batu nisan. Dalam hatinya, ia berterima kasih. Ia akan selalu mengingat dan menjalankan pesan – pesan ibu, dan ayahnya yang sudah lama meninggal. Ia pun berdoa agar kedua orang tuanya ditempatkan diantara orang – orang yang beriman.

Semoga bermanfaat dan dapat menginspirasi kalian semua, terima kasih. Tunggu tulisan saya selanjutnya dan jangan lupa intip - intip profil si penulis J See you...


About me :


                                                        
prismaasmarani@gmail.com

Lihat juga artikel "Manfaat Belajar IT"
dan post pertama "Opening"


No comments:

Post a Comment

adsense